Sabtu, 12 September 2009

MENGAPA KEMISKINAN TETAP ADA?

Beberapa waktu belakangan ini, saya sering ketemu dengan teman-teman dan memperbincangkan satu topik: Kita (bangsa Indonesia) sudah sekian lama bergelut menangani kemiskinan, tetapi kelihatannya tak banyak perubahan siginifikan yang dihasilkan. Beberapa kalangan bahkan menyebut kemiskinan semakin bertambah. 

Tulisan ini tak ingin masuk ke dalam polemik bertambah atau tidak jumlah orang miskin, karena saya tak punya data akurat untuk ikut berdebat.

Tulisan ini hanya ingin menyampaikan pendapat tentang beberapa hal yang berkontribusi atas 'lestarinya' kemiskinan di negeri kita.

Dalam pandangan saya, minimal ada 2 (dua) hal yang berkontribusi terhadap langgengnya permasalahan kemiskinan, yakni: MENTALITAS dan SISTEM.

MENTALITAS yang saya maksud adalah mentalitas warga negeri ini yang terkait langsung dengan pemiskinan. Mentalitas yang memiskinkan ini ada pada warga yang tidak miskin, tetapi juga warga miskin itu sendiri. Di kalangan warga tak miskin berkembang mentalitas untuk terus memperkaya diri dan menguasai asset sebanyak mungkin, termasuk mencaplok atau mengambil alih asset-asset warga miskin. Sangat jelas tersaji di depan kita, bagaimana kebun-kebun, sawah-sawah dan tempat tinggal warga menengah dan miskin beralih kepemilikan ke orang-orang kaya. Warga-warga menengah dan miskin pun banyak yang kemudian hanya menjadi buruh atau pengontrak di lahan yang semula adalah miliknya. Proses ini terus berlanjut, karena warga yang kaya tak kunjung sadar diri dan berhenti melalukan akuisisi, melainkan terus bergerak atas nama ekspansi usahanya, sementara warga miskin merelakan asset-assetnya pergi begitu saja, sebagian dengan alasan kesulitan ekonomi, tetapi sebagian lagi karena alasan harta dunia tak perlu ngotot diurusi. Jika mentalitas kedua pihak ini tak berubah, maka proses pemiskinan akan terus berlanjut bahkan dipercepat.

SISTEM, yang saya maksud adalah tatanan, khususnya dalam ranah impelementasinya, dalam mengendalikan atau menghentikan proses pemiskinan. Terkesan ada pembiaran terhadap proses pemiskinan yang disebabkan larinya asset milik warga miskin. Mestinya negara bisa memperketat proses akuisisi asset warga miskin oleh warga kaya. Mestinya kita mengembangkan pendidikan yang mengajari warga untuk merawat pula harta dunianya (berbarengan dengan upaya menggapai harta sorgawi), karena kesejahteraan hidup tak bisa lepas dari harta dunia itu.

Jika MENTALITAS dan SISTEM tak berubah secara signifikan, saya yakin pengentasan kemiskinan pun tak akan berhasil secara signifikan, meski ada sekian banyak program pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan, stimulan ekonomi, dan skema-skema lainnya.

Semoga pandangan saya keliru.

1 komentar:

  1. Menurut DW, selagi kita bekerja untuk orang miskin jangan harap untuk menjadi kaya. Kita bisa bekerja ini karena menjual nama orang miskin tadi.Jadi kalau orang miskin tidak ada apakah akan berhenti juga pekerjaan kita?(jawabku tidak! masih banyak pekerjaan lain kan?....ada ada aja yaa DW itu)

    BalasHapus